Jakarta – Alokasi subsidi pupuk diputuskan oleh Pemerintah akan ditambah tahun ini sebesar Rp 14 triliun, atau sekitar 40 persen dari alokasi 2023 sejumlah 6,05 juta ton. Tambahan subsisi pupuk setara 2,5 juta ton ini diyakini dapat mendorong produktivtas pertanian di masa sulit akibat kondisi cuaca yang tidak pasti.
Ekonom Mohamad Dian Revindo berpendapat, rencana peningkatan alokasi subsidi pupuk pada 2024 dapat menurunkan biaya produksi petani sehingga berdampak positif terhadap pendapatan petani.
“Ini dapat membantu menurunkan biaya produksi petani, perhitungan BPS menunjukkan bahwa pupuk menyumbang 9,43 persen dari biaya produksi padi sawah,” kata ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI itu di Jakarta, Kamis, 18 Januari 2024.
Dia menjabarkan, Dengan adanya tambahan subsidi pupuk, maka harga pupuk akan lebih terjangkau lalu biaya produksi pertanian akan berkurang dan marjin keuntungan bagi petani meningkat. Hal itu dapat menciptakan efek berkelanjutan terhadap taraf hidup petani.
Menurut Revindo, penambahan alokasi subsidi pupuk dilakukan pada saat yang tepat, yakni ketika awal musim tanam di tengah kondisi dua fenomena alam El Nino dan Angin Monsun Asia. Kedua fenomena ini akan menimbulkan curah hujan yang tidak merata di Indonesia dan mengganggu musim tanam.
Revindo pun memaparkan data bahwa tanpa penambahan dari pemerintah, maka alokasi subsidi sebelumnya tidak mampu memenuhi kebutuhan petani. Dengan begitu, Revindo berharap peningkatan alokasi subsidi yang signifikan ini dapat menjawab masalah kelangkaan pupuk petani.
Hasil Survei Pertanian Terintegrasi (Sitasi) dari BPS (2023) mengungkapkan bahwa rata-rata pendapatan bersih petani skala kecil hanya Rp5,23 juta per tahun. Hal ini merupakan salah satu faktor rendahnya minat masyarakat untuk menjadi petani, termasuk rendahnya minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian yang tinggal kurang dari 20 persen.
Sebelumnya, pemerintah memberikan pupuk subsidi kepada petani terdaftar yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan dengan adanya penambahan alokasi pupuk subsidi, maka daftar penerima pupuk subsidi akan bertambah mencakup lima kelompok petani yang sebelumnya tidak masuk dalam daftar.
Lima kelompok petani yang dimaksud adalah petani di hutan desa, petani yang tidak memiliki kartu tani, petani dengan Indeks Pertanaman lebih dari satu, petani di pegunungan, dan petani yang tidak memiliki lahan.
Meskipun demikian, Revindo menyarankan penambahan alokasi subsidi ini diiringi dengan perbaikan pada skema dan penyaluran subsidi, yang meliputi pemutakhiran data Calon Petani Calon Lokasi (CPCL) serta peningkatan kapasitas kios dan gudang pengecer resmi.
Selain itu, diperlukan pula perbaikan pada kebiasaan penggunaan pupuk oleh petani, meliputi ketepatan waktu, lokasi dan dosis pupuk.
Sementara itu, Direktur Utama PT. Pupuk Indonesia Persero Rahmad Pribadi menerangkan bahwa perusahaan siap memenuhi penambahan alokasi pupuk subsidi yang ditetapkan pemerintah.
“Kami mendukung setiap langkah dan kebijakan yang diambil pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan pupuk petani dan masa tanam yang sukses. Tidak hanya terkait produksi pupuk, Pupuk Indonesia juga akan membantu Kementan dalam memastikan proses distribusi pupuk subsidi tepat sasaran,” ujarnya.
Pupuk Indonesia merupakan BUMN yang diberikan mandat untuk memenuhi kebutuhan produksi pupuk nasional menyanggupi peningkatan alokasi pupuk subsidi dari pemerintah.
Proyek-proyek pengembangan kapasitas produksi, seperti Proyek Pusri IIIB, PSN Kawasan Industri Fakfak, dan pengembangan pabrik pupuk NPK, kata Rahmad, terus dilakukan Pupuk Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan pupuk nasional.
Pupuk Indonesia, kata Rahmad, akan berkolaborasi dengan pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan agar dapat memenuhi kebutuhan pupuk subsidi petani.
“Kemudahan akses pupuk subsidi dan peluang bisnis dalam industri pertanian diharapkan dapat memberikan keunggulan kompetitif para petani baru sehingga dapat meningkatkan jumlah petani dalam negeri,” ujarnya. (Ant)
Halaman Selanjutnya
Hasil Survei Pertanian Terintegrasi (Sitasi) dari BPS (2023) mengungkapkan bahwa rata-rata pendapatan bersih petani skala kecil hanya Rp5,23 juta per tahun. Hal ini merupakan salah satu faktor rendahnya minat masyarakat untuk menjadi petani, termasuk rendahnya minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian yang tinggal kurang dari 20 persen.